Goodbye, Oma
Siang ini, samar - samar terdengar suara dosenku sedang mengajar topik genetika populasi hari ini: coalescent theory, dari ruang rapat virtual zoom yang sedang terakses di laptopku. Pikiranku terbang jauh ke Oma, mataku seketika berair. Duh kangen...
Omaku wanita yang sangat hebat. Aku bangga dengan keluarga matriarkal kami, membuat setiap liburan dan acara kumpul - kumpul seputar menyenangkan Oma di hari - hari umur emasnya. Sedih seringkali hati ini kalau membayangkan perasaan Oma, setiap pagi dan sore berjalan di kebunnya, berharap bertemu cucu atau anaknya yang selalu sibuk dengan pekerjaan masing - masing.
I wish I had been a better granddaughter. She deserved so much better.
Adalah bohong apabila aku bilang tidak ada penyesalan dalam umur pendekku mengenal Oma. Lebaran terakhir, aku sangat sedih dan ingin berpelukan lama ketika sungkem dengan Oma. Saat itu, aku sudah merasa akan lama meninggalkan beliau karena tuntutan studiku di Swedia. Tangisanku tidak tertahan, rasanya berat meninggalkan beliau ketika umurnya sudah mendekati pamit.
Bayangkan betapa sedihnya ketika aku menyadari bahwa Oma yang ternyata akan duluan meninggalkanku. Baru aku sadari ini di hari - hari terakhirnya di ICU, karena hingga saat itu aku masih berharap masih bisa bertahan untukku. Lihat betapa egoisnya manusia ini.
Sedih juga mengingat sebentar lagi sepupuku akan menikah, dan saat ini harus dilakukan tanpa ada kehadiran Oma kami.
Oma kami rindu, tapi Oma sudah ada dalam pelukan-Nya dan kami tidak ada pilihan untuk melepasmu. Egoku memberatkan perpisahan ini, tapi kasih dan sayang yang Oma berikan untukku selama ini membuat diri ini lebih mudah untuk merelakanmu dengan kasih dan sayang yang ingin aku balas untukmu.
I love you, Oma.. Al-fatihah untuk Opa dan Oma..
Comments
Post a Comment