Brick Wall
Siapa sih di antara kita yang suka sama ending? Akhir cerita, akhir puisi, akhir dongeng, lagu, legenda, dll. Intinya sebuah akhiran yang umum. Mungkin kalau sirkumstansinya lain, misal, akhir penderitaan, akhir kesedihan, dan sejenisnya pasti ada yang suka. Ending itu bisa pahit, manis, asin, dan berbagai macam rasa lainnya, tapi siapa sih yang benar-benar suka mengakhiri segala rasa? Kalau nggak ada rasa sama sekali, pasti nggak ada yang mau makan kan?
Gini nih, udah kelas tiga SMA harusnya belajar malah bengong mikirin hal yang nggak guna. Sori deh, tapi kalau masalah ini nggak dibahas sekarang, believe me, it’s going to hit you like a heavy brick wall at the end of the day.
SMA itu bisa dianalogikan sebagai lomba lari marathon. Selama lomba berlangsung, kita bakal mengerahkan seluruh usaha, keringat, dan hati untuk ngejalanin lomba itu sebaik mungkin. Tapi kalau kita nggak pelan-pelan, take it slow, buat liat pemandangan di sekitar kita, menikmati masa-masa yang ada, at the end of the race, kita bakal kaget karena udah harus berpisah sama masa-masa indah tersebut. Akhirnya kita bakal mikir, terus usaha dan keringat selama ini sebenarnya buat siapa dan buat apa sih?
Semasa SMA ini, aku sudah lari dengan seluruh usahaku, tapi aku merasa nggak pernah memberikan seluruh hatiku. Sekarang, beberapa bulan lagi sudah harus berpidah sama yang namanya teman-teman dan seluruh kenangan masa SMA. Jujur, aku nggak ngerasain apa-apa. Makanya sekarang aku merasa perlu nginjek rem dan stop buat melihat betul apa sih yang aku dapat dari masa SMA-ku. Aku merasa kalau nggak nginjek rem, di finish line nanti, aku bakal nabrak sebuah dinding bata keras, dan aku akan menyesal nggak mengucapkan perpisahan secara perlahan.
Mungkin aku agak beda sama yang lain. Seperti yang udah aku bilang tadi, aku nggak merasakan apa-apa dengan keharusanku untuk berpisah dengan SMA. Aku akan kangen teman-temanku sih, tapi aku masih merasa satu angkatan ini harusnya masih bisa lebih kompak lagi. Kepalaku pusing sekarang, ada banyak kilasan muka orang-orang tertentu yang akan terpatri banget di pikiranku, mereka adalah muka-muka yang telah memberikan sesuatu yang jauh lebih dalam dari materi dalam masa-masa SMA-ku. Aku sangat berterima kasih dengan apa yang telah diberikan mereka, walaupun mungkin aku belum memberikan seluruh hatiku karena diri ini yang bisa disebut pemalu dan tidak ekspresif. Tapi masih ada penyesalan dalam karena beberapa dari kita terlalu erat menggenggam tangan sekelompok orang sehingga kita semua sebagai satu angkatan tidak bisa menggenggam semua tangan dengan baik secara bersama-sama. Mengerti maksudku?
Masih ada harapan, kalau ada salah satu dari kalian yang baca ini, aku masih percaya kalau ada kemungkinan kita bisa lebih erat menggenggam tangan satu sama lain secara utuh. Karena kalau tidak utuh, aku akan meninggalkan SMA tanpa merasakan apa-apa, aku akan mati rasa terhadap kalian semua, karena aku tahu kita harusnya bisa lebih kompak dan erat. Kita masih punya dua sampai tiga bulan untuk melepas diri. Untuk kalian yang ada di awan, tidak bisakkah kalian turun ke bumi dan ikut kami? Kalau bisa juga hentikan komentar tidak berguna kalian dan kesombongan kalian. Kalau tidak, mungkin kita semua akan menyesal nantinya. Lepaskan label masing-masing dan lari saja sebagai satu kesatuan di marathon ini, bagaimana? Aku mau kalau kalian mau.
Gini nih, udah kelas tiga SMA harusnya belajar malah bengong mikirin hal yang nggak guna. Sori deh, tapi kalau masalah ini nggak dibahas sekarang, believe me, it’s going to hit you like a heavy brick wall at the end of the day.
SMA itu bisa dianalogikan sebagai lomba lari marathon. Selama lomba berlangsung, kita bakal mengerahkan seluruh usaha, keringat, dan hati untuk ngejalanin lomba itu sebaik mungkin. Tapi kalau kita nggak pelan-pelan, take it slow, buat liat pemandangan di sekitar kita, menikmati masa-masa yang ada, at the end of the race, kita bakal kaget karena udah harus berpisah sama masa-masa indah tersebut. Akhirnya kita bakal mikir, terus usaha dan keringat selama ini sebenarnya buat siapa dan buat apa sih?
Semasa SMA ini, aku sudah lari dengan seluruh usahaku, tapi aku merasa nggak pernah memberikan seluruh hatiku. Sekarang, beberapa bulan lagi sudah harus berpidah sama yang namanya teman-teman dan seluruh kenangan masa SMA. Jujur, aku nggak ngerasain apa-apa. Makanya sekarang aku merasa perlu nginjek rem dan stop buat melihat betul apa sih yang aku dapat dari masa SMA-ku. Aku merasa kalau nggak nginjek rem, di finish line nanti, aku bakal nabrak sebuah dinding bata keras, dan aku akan menyesal nggak mengucapkan perpisahan secara perlahan.
Mungkin aku agak beda sama yang lain. Seperti yang udah aku bilang tadi, aku nggak merasakan apa-apa dengan keharusanku untuk berpisah dengan SMA. Aku akan kangen teman-temanku sih, tapi aku masih merasa satu angkatan ini harusnya masih bisa lebih kompak lagi. Kepalaku pusing sekarang, ada banyak kilasan muka orang-orang tertentu yang akan terpatri banget di pikiranku, mereka adalah muka-muka yang telah memberikan sesuatu yang jauh lebih dalam dari materi dalam masa-masa SMA-ku. Aku sangat berterima kasih dengan apa yang telah diberikan mereka, walaupun mungkin aku belum memberikan seluruh hatiku karena diri ini yang bisa disebut pemalu dan tidak ekspresif. Tapi masih ada penyesalan dalam karena beberapa dari kita terlalu erat menggenggam tangan sekelompok orang sehingga kita semua sebagai satu angkatan tidak bisa menggenggam semua tangan dengan baik secara bersama-sama. Mengerti maksudku?
Masih ada harapan, kalau ada salah satu dari kalian yang baca ini, aku masih percaya kalau ada kemungkinan kita bisa lebih erat menggenggam tangan satu sama lain secara utuh. Karena kalau tidak utuh, aku akan meninggalkan SMA tanpa merasakan apa-apa, aku akan mati rasa terhadap kalian semua, karena aku tahu kita harusnya bisa lebih kompak dan erat. Kita masih punya dua sampai tiga bulan untuk melepas diri. Untuk kalian yang ada di awan, tidak bisakkah kalian turun ke bumi dan ikut kami? Kalau bisa juga hentikan komentar tidak berguna kalian dan kesombongan kalian. Kalau tidak, mungkin kita semua akan menyesal nantinya. Lepaskan label masing-masing dan lari saja sebagai satu kesatuan di marathon ini, bagaimana? Aku mau kalau kalian mau.
Comments
Post a Comment